watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

SEBELUM PERNIKAHAN

Seperti yang pernah aku ceritakan pada kisah
sebelumnya, aku sudah sangat sering
berhubungan badan dengan adik laki-lakiku.
Namun kali ini aku melakukannya dengan
anggota keluargaku yang lain, yaitu Ayah
kandungku sendiri! Aku sadar kalau perbuatan ini
sangat salah. Tetapi aku tidak tahu harus
bagaimana lagi, karena kini sudah tidak ada yang
dapat aku lakukan untuk dapat merubah
semuanya. Seperti kata pepatah ‘Nasi sudah
menjadi bubur’.
Mungkin ada yang masih ingat kalau aku adalah
gadis keturunan Betawi dan Sunda? Ayahku
memang berasal dari Jakarta. Walaupun
perawakan Ayahku tidak tinggi besar, namun
karena wajah beliau yang tegas, orang lain
menjadi segan dengannya. Apalagi saat kumis
Ayah masih sengaja dibiarkan tumbuh panjang
yang tentu saja membuatnya menjadi terlihat
semakin seram. Beberapa komentar dari mantan
pacar maupun teman-temanku yang sudah
pernah melihat Ayah membuatku semakin yakin
kalau beliau cukup menakutkan.
Sudah sekitar 2 bulan ini aku tidak bekerja lagi
karena di kantorku sedang ada pengurangan
karyawan. Setelah berhenti bekerja, aku hanya
mengisi waktu luangku dengan melamar
pekerjaan serta membantu Ibu di rumah.
Sementara itu sekitar 2 minggu lagi aku juga
berencana akan segera melangsungkan
pernikahan dengan pacarku yang sekarang.
Tentu saja hal ini membuatku cukup sibuk
sehingga aku tidak terlalu mengambil pusing lagi
memikirkan sulitnya mencari pekerjaan.
Hari itu hanya ada aku di rumah, Ayahku sedang
ada urusan penting, sedangkan Ibu pergi
berbelanja kebutuhan pokok. Begitu juga dengan
adik-adikku, ada yang sedang kerja maupun
kuliah. Karena cuaca hari itu cukup panas aku
memutuskan untuk mandi. Dengan segera aku
mengambil handuk dari kamarku lalu menuju ke
kamar mandi. Setelah melepas pakaian yang
menempel satu-persatu, aku mulai
membersihkan seluruh permukaan tubuhku
hingga kembali harum dan segar.
Kira-kira setengah jam aku berada di kamar
mandi. Karena tidak ada orang lain lagi di rumah,
dengan hanya mengenakan handuk aku segera
menuju ke kamar tidur untuk berganti pakaian.
Namun baru berjalan beberapa langkah, samar-
samar aku mendengar suara pintu depan diketuk
oleh seseorang.
‘Tok… Tok… Tok…’ terdengar lagi suara ketukan
tetapi kali ini lebih keras.
“Aduh… Siapa sih?” tanyaku dalam hati.
“Teh bukain pintunya…! Ini Ayah…!” terdengar
suara pria yang ternyata adalah Ayahku.
Karena belum sempat berganti pakaian, dengan
hanya masih memakai handuk aku langsung
membukakan pintu untuk Ayahku.
“Kok cepet sih pulangnya Yah?” tanyaku heran
ketika aku sudah membukakan pintu.
“Udah selesai kok urusannya…” jelas Ayah
singkat.
“Oh gitu? Ya udah Ayah istirahat dulu sana…”
kataku sambil menutup pintu lalu menguncinya
kembali.
Setelah yakin pintu depan sudah dalam keadaan
terkunci, aku pun segera beranjak ke kamar
untuk berganti pakaian karena takut masuk
angin. Ketika sudah berada di kamar aku
mengambil pakaian dari dalam lemari. Baru saja
aku bersiap untuk melepas handukku, tiba-tiba
saja terdengar suara pintu kamarku dibuka.
Tentu saja aku kaget karena ketika membalikkan
tubuh rupanya Ayahku sudah berada di dalam
kamar.
“Ayah kok masuk nggak ketok pintu dulu sih!?”
aku setengah membentak ke Ayahku.
“Ma-maaf Teh… Ayah cuma mau tanya Ibu udah
pulang apa belum?” tanya Ayah yang kemudian
langsung duduk di atas tempat tidurku.
Tidak biasanya Ayah masuk ke kamarku dengan
tiba-tiba, apalagi tanpa mengetuk pintu terlebih
dahulu. Akhirnya handuk yang tadinya sudah
siap untuk kulepas, aku kencangkan lagi
ikatannya.
“Belum Yah…” jawabku seadanya.
“Kok tumben sih belum pulang?” tanya Ayah
yang kali ini sambil memandangi tubuhku.
“Nggak tau deh… Emangnya kenapa sih Yah?
Baru ditinggal sebentar udah kangen aja sama
Ibu…” kataku bercanda.
“Hehehe… Bisa aja anak Ayah yang satu ini…”
Ayah tertawa mendengar ucapanku.
Namun setelah percakapan itu suasana menjadi
sepi. Bukan karena tidak tahu harus berbicara
apa, tetapi keberadaan aku dan Ayah di kamar
ini. Selain karena hanya ada kami berdua, kondisi
tubuhku yang masih memakai handuk juga
menambah ketidaknyamanan di dalam ruangan
ini.
“Teh… Sini duduk di sebelah Ayah…” tiba-tiba
Ayahku berkata sambil menunjuk tempat di
sebelahnya.
Tanpa ada perasaan curiga sama sekali, aku pun
menuruti permintaan Ayah karena merasa beliau
ingin membicarakan sesuatu yang sangat
penting denganku.
“Teh… Sebentar lagi kan kamu nikah…” kata
Ayah serius.
“Iya Yah…! Ayah seneng kan Teteh akhirnya
nikah?” tanyaku memotong perkataan Ayah.
“Ayah seneng kok Teh… Tapi sebenernya Ayah
sedikit nggak rela kalo anak kesayangan Ayah
diambil orang lain…” lanjut Ayah dengan raut
wajah sedih.
“Ya ampun…! Ayah tenang aja deh… Teteh tuh
milik Ayah dan akan seterusnya kayak gitu
kok…” jawabku berusaha menenangkan Ayah.
“Ka-kalo begitu… Te-teteh mau kan bersetubuh
sama Ayah?” tanya Ayahku dengan terbata-bata.
“A-ayaah…!! Ayah ngomong apa sih!?” aku
sungguh marah sekaligus bingung mendengar
permintaan Ayah barusan.
“Teh… Ayah sayang Teteh… Sebelum kamu
nikah, Ayah pengen banget bisa bersetubuh
sama kamu…” ucap Ayah yang membuatku
yakin kalau aku tidak salah dengar.
“…………” tenggorokanku terasa seperti tersendat
dan tidak dapat berkata apa-apa lagi.
Seolah tidak ingin menunggu jawaban dariku,
tangan kanan Ayah mulai memegang daguku.
Sementara tangannya yang sebelah lagi
menggenggam tanganku, yang masih dalam
keadaan memegang handuk, dengan penuh
kehangatan. Ayah mengangkat daguku hingga
kepalaku menengadah tepat ke arah wajahnya.
Kulihat pancaran kedua mata Ayah begitu penuh
kasih sayang, namun bukan seperti tatapan
sayang orangtua kepada anaknya, melainkan
layaknya seorang pria memandangi kekasihnya.
Aku hanya diam saja diperlakukan seperti ini.
Belum sempat aku berpikir atau berbuat sesuatu,
tiba tiba wajah Ayah sudah berada sangat dekat
dengan wajahku hingga membuatku menahan
nafas. Kepalanya perlahan turun dan mengecup
bibirku. Cukup lama Ayah mengulum bibir
mungilku. Perlahan tetapi pasti, aku mulai
gelisah. Birahiku mulai naik. Tanpa kusadari
kuikuti saja kemauan Ayahku ini.
“Aaaaah…” aku mendesah sangat pelan sehingga
nyaris tidak terdengar.
Setelah beberapa lama, kini aku antara pasrah
dan menikmati cumbuan ini. Tiba-tiba saja
bibirku diciumi Ayah dengan nafsu. Aku sudah
tak bisa berpikir jernih lagi. Dengan
memejamkan mata, aku langsung membalas
ciuman Ayahku dengan liar. Kami berdua pun
saling bertukar ludah dengan panas.
Nafsu birahiku mulai tidak dapat tertahan ketika
tangan kiri Ayah menyentuh payudaraku dan
melakukan remasan lembut. Tidak hanya bibirku
yang dijamah bibir Ayah. Leher mulusku pun
tidak luput dari sentuhan Ayah. Bibir tersebut
kemudian beranjak naik ke telingaku. Jantungku
berdetak kencang dan wajahku terasa panas.
“Mmmmh… Yaaaaah…” desahku ketika lidah
Ayah mulai bermain di belakang telingaku.
Ayah kemudian membaringkan tubuhku di atas
kasur tempat tidurku agar posisiku dapat lebih
nyaman.
“Yaah jangaaaaan…! Na-nantiii ketauaaan
Ibuuu…!” aku mencoba untuk menolak keinginan
Ayah walaupun di dalam hati aku juga sangat
menginginkannya.
Tetapi Ayah yang sudah dikuasai hawa nafsu
tidak menanggapi perkataanku sama sekali. Saat
ini aku tidaklah seperti seorang putri kecil lagi
bagi Ayah, melainkan sebagai objek pelampiasan
nafsu birahinya. Sambil menindih tubuhku,
bibirku diciuminya lagi. Tidak lama kemudian
handuk yang melilit di tubuhku disingkapkannya,
sehingga tubuhku kini dalam keadaan tanpa
penutup sama sekali.
“Badan Teteh harum bangeeet…” bisik Ayah
mesra.
Ayah tidak puas-puasnya memandang dan
menciumi tubuhku. Apalagi kulit putih halus
yang membalut tubuhku semakin meningkatkan
hawa nafsunya. Sehingga begitu pandangannya
mengarah ke payudaraku, tangan Ayah mulai
membelainya. Jari-jari kasarnya menjepit dan
meremas-remas putingku, perlahan namun
sama nikmatnya dengan remasan yang kuat dan
keras.
“Mmmmmmh…” aku mendesah nikmat.
Sementara tangan Ayah mulai mengelus-elus
pahaku yang mulus dan putih. Kedua putingku
kemudian dikulumnya bergantian antara kiri dan
kanan.
“Yaaaah… Ooooohh…” desahku lagi ketika kumis
tipis milik Ayah menggesek dadaku.
“Ayah sayang kamu Teh…” kata Ayah sambil
memandangku, kali ini dengan tatapan yang
sangat aneh.
“Yaaah… Teee… Mmmm…” belum selesai aku
berbicara bibir Ayah kembali mengulum bibirku.
Sewaktu Ayah mencium bibirku dengan
memasukkan lidahnya, aku tidak tinggal diam.
Dengan panasnya kami saling beradu lidah.
Ayah sungguh pintar membuatku terhanyut
sehingga saat ini aku sudah tidak memikirkan lagi
bahwa perbuatan yang sedang kulakukan adalah
sebuah dosa besar. Yang dapat kulakukan saat
itu adalah memalingkan wajah ke samping
karena merasa malu dapat terangsang oleh
permainan Ayah kandungku sendiri.
Tidak puas hanya bermain dengan bibir dan
payudaraku saja, kini bibir Ayah mulai turun ke
perut dan berhenti di vaginaku. Aku semakin
terangsang ketika bibir Ayah mencium bibir
vaginaku. Lidah Ayah kemudian mencoba untuk
menerobos masuk ke dalam. Aku juga dapat
merasakan hembusan nafas Ayah menerpa
vagina bagian luarku yang semakin menambah
sensasi nikmat.
“Aaaaaaaah… Ayaaaaaaaah…!!!” aku mendesah
kencang ketika lidah Ayah mengenai klitorisku.
Perlahan kedua kakiku mulai melebar karena
rangsangan dari lidah Ayah yang sedang
memainkan klitorisku. Tubuhku terasa ingin
terbang ketika merasakan jari-jari Ayah ikut
bermain di dalam vaginaku. Aku dapat
merasakan permukaan vaginaku mulai basah
pada bagian belahannya, bukan hanya karena air
liur Ayah, namun juga karena rangsangan yang
terus-menerus diberikan oleh beliau.
Setelah beberapa lama aku pun mulai memiliki
keberanian untuk melihat ke bawah dimana
selangkanganku sedang dijilati dan dihisap-hisap
oleh Ayahku. Sungguh lihai mulut serta lidah
Ayah menyedot dan juga menjilati vaginaku
sampai membuat kakiku mengejang hebat.
Lidah Ayah bergerak lincah, kadang dengan
gerakan lambat, kadang cepat bahkan terkadang
sampai menjilat memutari vaginaku.
Akibatnya beberapa menit kemudian tubuhku
mulai mengejang, lalu aku dapat merasakan dari
dalam vaginaku ada sesuatu yang mengalir
dengan kuat dan siap untuk dikeluarkan.
“Oooohh… Teteeeeh keluaaaar Yaaaah…!!
Ooooooohh…” aku mengerang panjang dalam
orgasme pertamaku ini.
Kemudian Ayah dengan sengaja menghentikan
jilatannya untuk mengamati lendir vaginaku
yang keluar dalam jumlah banyak sehingga
sampai menetes ke tempat tidur. Sebuah
senyum mesum terpancar pada wajah tua
beliau. Sepertinya Ayah senang sekali karena
berhasil membuat putri kandungnya mencapai
puncak kenikmatan untuk pertama kalinya.
“Sluurp… Enaak bangeet cairannya Teteh…
Hhmmm… Jauh lebih enaak dari Ibu kamu…”
kata Ayah sambil menikmati sisa cairan yang
masih menempel di vaginaku.
Sesaat kemudian Ayah mulai membuka seluruh
pakaiannya yang masih dalam keadaan lengkap
seperti ketika beliau pergi tadi, hingga kini kami
berdua sudah dalam keadaan telanjang. Ayah
lalu mengambil posisi berlutut di sebelahku lalu
mengarahkan tanganku ke batang penisnya.
Merinding juga aku melihat batang kemaluan
Ayah yang sangat besar dan masih terlihat
perkasa.
Dengan mata sedikit terpejam aku mulai
memegang batang penis Ayah dengan tangan
kananku. Namun karena ukuran penis Ayah
sangat panjang, maka tangan kecilku ini hanya
mampu menggenggam hingga setengahnya
saja. Perlahan aku meremas-remas penis
tersebut sebelum mulai mengocoknya. Sesekali
aku membuat gerakan memutar yang membuat
Ayah menggelinjang nikmat.
“Ooooh… Enaaaaak Teeeeh…!!” kata Ayah ketika
aku mengocok penisnya itu dengan lebih cepat.
Ketika wajahku sudah berada tepat di depan
penis Ayah, dengan perlahan kujilati seluruh
penisnya dengan lidahku. Mulai dari ujung
kepalanya yang berwarna kemerahan, hingga
batangnya yang kekar. Sesekali cairan bening
yang keluar dari penis Ayah juga aku jilati hingga
bersih.
“Iseepiiin doong Teeeh…” perintah Ayah.
Mungkin karena Ayah sudah tidak dapat tahan
lagi dengan perlakuanku terhadap penisnya,
dengan tidak sabar beliau mengarahkannya ke
mulutku hingga akhirnya aku pun mulai
mengulum penis tersebut.
“Iyaaaaaah… Teruuuss…!! Ooooooh…
Enaaaaaaaaak…!!!” teriak Ayahku.
Karena aku sudah cukup berpengalaman dalam
melakukan oral seks, Ayahku jadi sangat
menikmati hisapanku. Penis Ayah yang
berukuran besar keluar masuk di dalam
mulutku. Sesekali aku menghisap penisnya
dengan kuat sekaligus menggigitnya pelan.
Kedua tangan Ayah juga tidak tinggal diam dan
ikut bermain pada kedua putingku.
Aku terus bekerja keras mengulum dan
memainkan lidahku pada batang penis Ayah
yang terasa sesak di mulutku. Benda itu bergetar
setiap kali lidahku menyapu kepalanya. Ayahku
yang semakin merasa keenakan menggerakkan
pinggulnya ke depan dan belakang secara
perlahan seolah-olah seperti sedang bersetubuh.
“Mmmmhh… Kamuu jagooo bangeeet
ngiseepnya Teeeh…!!” puji Ayah sambil
mengelus rambutku.
“Sluuurpp… Hhhmmmm… Sluuuuurpp…” dipuji
seperti itu membuat aku semakin bersemangat
menghisap penis milik Ayah.
“Uuuuhh… Enaaak bangeeeet Teeh… Te-teruus
gituiiiin… Iyaaaah… Mmmmm…” Ayah
mengerang sambil memegangi kepalaku.
Sambil terus mengulum penis Ayah, tanganku
juga ikut mengocok batangnya ataupun memijat
buah zakarnya. Kurang lebih 15 menit penis
Ayah berada di dalam mulutku, akhirnya beliau
tidak dapat menahan untuk segera
mengeluarkan spermanya. Tanpa sadar Ayahku
menggerakkan pinggulnya lebih cepat sehingga
membuatku kelabakan.
“Ayaaah pengeeeen keluaaaar Teeeeh…!!
Aaaaaaah… Teruuuus…!!” teriak Ayah dengan
nafas memburu karena sudah ingin mencapai
orgasme.
‘Creeeeett… Creeeeeettt… Creeeeeeettt…’ tidak
lama kemudian keluarlah sperma Ayah dengan
sangat deras ke dalam mulutku.
“Teeeeeh…!! Teteeeeeeeh…!!! Aaaaaaah…!!!” Ayah
berteriak-teriak tidak terkendali seperti orang
kesetanan.
Sungguh hangat rasanya ketika sperma Ayah
menyirami mulut dan tenggorokanku dengan
derasnya. Walaupun jumlah sperma milik Ayah
sangat banyak serta beraroma tidak sedap,
dengan menahan mual aku tetap berusaha
menelannya hingga tidak tersisa sedikitpun.
Memang melakukan oral seks sudah seperti
bakat terpendamku, sehingga pasanganku pasti
sangat menikmatinya. Adik laki-lakiku adalah
salah satu orang yang sangat ketagihan dengan
hisapanku. Penis Ayah semakin menyusut di
dalam mulutku ketika semburan spermanya
sudah mulai terasa melemah hingga akhirnya
berhenti sama sekali.
Namun sepertinya Ayah masih belum terlihat
puas karena nampak dari penisnya yang masih
tegang. Ayah hanya menarik penisnya dari
mulutku lalu duduk. Aku memanfaatkan waktu
ini untuk beristirahat sebentar karena beliau
sendiri katanya butuh waktu beberapa menit
untuk mengumpulkan spermanya. Aku dan
Ayah menghimpun kembali tenaga yang cukup
terkuras.
Baru beristirahat sebentar nafsu Ayah sudah
sudah bangkit lagi “Teh lanjutin lagi yuk…” pinta
beliau.
Ayah lalu memintaku untuk naik ke atas
wajahnya sehingga kini kami berada dalam
posisi saling menjilati kemaluan pasangan
masing-masing. Tanpa perlu diperintah lagi, aku
membungkukkan tubuhku dan meraih penis
milik Ayah lalu kukocok perlahan sambil
menjilatinya. Kugerakkan lidahku menelusuri
batang penis Ayah sekaligus buah zakarnya.
Jilatanku lalu naik lagi ke ujungnya dimana aku
mulai membuka mulut siap untuk menelannya
lagi.
Tinggi badanku dengan Ayah yang tidak berbeda
jauh, membuat kami nyaman berada dalam
posisi ini. Untuk beberapa saat hanya suara
desah nafas dan jilatan saja yang terdengar di
dalam ruangan ini.
“Enak ya Teh? Sluuuurp… Mmmmmh…”
tanyanya sambil terus menjilat-jilat vaginaku.
“Iyaaaah… Enaaaaak bangeeeet Yaaah…!!
Oooooh…” berulangkali aku melenguh dan
mendesah dibuatnya.
Terus terang gaya ini jelas jauh lebih nikmat dari
sebelumnya karena aku juga dapat ikut
merasakan di oral oleh Ayah. Sementara aku
merasakan jari Ayah menggantikan tugas
lidahnya untuk bermain di vaginaku. Jari tersebut
kemudian membuat gerakan memutar di dalam
liang vaginaku. Tidak sampai di situ saja, jari
Ayah tadi dimasukkannya lebih dalam ke
vaginaku sedangkan jari-jarinya yang lain
mengelus-elus klitorisku.
Dan satu hal yang membuatku semakin
melayang adalah saat lidah Ayah juga turut
menjilati vaginaku. Sungguh suatu sensasi yang
hebat sampai pinggulku turut bergoyang
menikmatinya dan sekaligus semakin
membuatku bersemangat mengulum penis milik
Ayah.
“Yaaah…! Teteeh udaah nggaaak tahaaan…!”
kataku sambil berhenti mengulum penis Ayah.
“Sluurp… Sabaaar Teeeh… Tahaaan duluuu…!
Kitaa keluaaar barengaaan…!!” ucap Ayah yang
tetap menjilati vaginaku.
“Akkkhhhhh… Teteeeeh keluar…!!” karena sudah
tidak kuat lagi akhirnya vaginaku kembali
mengeluarkan cairan.
Akibat merasa sangat lelah karena sudah
mencapai orgasme dua kali, kali ini aku yang
merobohkan tubuh di sebelah Ayah. Sementara
Ayah yang mungkin masih merasa tanggung
karena belum mencapai klimaks lagi mulai berdiri
di depanku. Matanya dengan tajam memandang
ke arah kemaluanku. Aku juga dapat mendengar
nafas Ayah demikian memburu karena birahi
beliau yang belum terlampiaskan seluruhnya.
“Yah nanti dulu… Teteh masih capek nih…”
pintaku karena sudah mengerti dengan apa yang
diinginkan oleh Ayah saat ini.
Ayah yang seakan tidak memperdulikan
kondisiku, mengambil posisi tepat di atas
tubuhku sambil mencium bibirku dengan ganas.
Kemudian Ayah mengarahkan penisnya yang
masih berlumuran air liur ke liang vaginaku. Aku
sungguh tegang ketika melihat penis Ayah
menempel di vaginaku dan mencoba untuk
masuk. Walaupun aku memang sudah tidak
perawan lagi, namun penis Ayah terlihat
kesulitan menjebol vaginaku yang masih sempit.
“Aaaaaaah… Ayaaaaaaah…!!” aku merintih ketika
kepala penis milik Ayah menggesek-gesek
klitorisku.
Supaya lebih memudahkan aksi Ayah, aku pun
mulai membuka kedua pahaku lebar-lebar.
Melihat reaksiku, Ayah semakin berusaha
menekan penis beliau ke dalam vaginaku.
Perlahan namun pasti penis tersebut mulai dapat
masuk menembus selaput dinding vaginaku
walau baru setengahnya saja. Dengan tidak
mengenal kata menyerah, Ayah terus
mendorong penisnya hingga benda yang kira-
kira berukuran 18 cm itu mulai tenggelam di
dalam lubang vaginaku.
“Aaaaaahh… Ayaaaaahhh…!!!! Aaaaaaaaahhhh…”
aku memekik panjang ketika dengan tiba-tiba
Ayah menghujamkan penisnya dengan kuat.
“Yaaah…!! Aaaaaah… Pelaaan-pelaaaaan…!!
Oooohh… Aaaaaah…” teriakku merasa kesakitan
ketika penis Ayah mulai keluar masuk vaginaku
tanpa kendali.
Ternyata Ayah sama sekali tidak menghiraukan
jeritanku agar beliau menyutubuhiku dengan
sedikit lembut. Seakan sudah lupa daratan, Ayah
malah semakin buas bermain di kemaluanku.
Aku hanya dapat memejamkan mata serta
menggigit pelan bibirku untuk menahan rasa
sakit yang timbul dari dalam vaginaku. Lambat
laun rasa sakit yang kurasakan mulai hilang dan
berganti dengan nikmat yang luar biasa.
“Ayaaahh…!! Aaaaaahhh… Teruuus Yaaaah…!!
Enaaaaak… Aaaaaah…” desahku yang mulai
dapat beradaptasi dengan permainan kasar
Ayah.
Aku sungguh tidak kuasa untuk menahan
rintihan setiap kali Ayah menggerakkan
pantatnya ke arah vaginaku. Gesekan demi
gesekan penis Ayah pada dinding dalam liang
senggamaku sungguh membuatku terangsang.
Pinggulku juga ikut menggeliat-geliat menikmati
tusukan-tusukan dari penis Ayah. Dapat aku lihat
bagaimana batang penis tersebut keluar masuk
vaginaku. Bahkan aku selalu menahan nafas
ketika penis milik Ayah masuk ke dalam
kemaluanku yang hampir tidak dapat
menampung ukurannya yang besar itu.
“Oooohh… Enaaaaak bangeeet Teeeeh…!!
Aaaaah… Aaaaaah…” kata Ayah di sela-sela
persetubuhan kami.
“Teteeh jugaa ngerasaaa enaaaak Yaah…!
Teruuus Yaaah…!! Nikmatiiin Teteeeeh semaaauu
Ayaaah…!” aku berteriak sangat kencang tanpa
memikirkan kalau suaraku bisa saja terdengar
oleh orang lain.
Ayah kemudian menempelkan kedua tangannya
di dadaku lalu meremas-remas payudaraku. Aku
dapat merasakan putingku semakin mengeras.
Sodokan penis Ayah yang liar ditambah dengan
remasan pada kedua payudaraku tentu saja
membuatku semakin menjerit-jerit.
“Aaaaah… Aaaaahhh… Teruuuuus Yaaah…!!
Puasiiin Teteeeh… Aaaahhh…” jeritku seiring
dengan irama persetubuhan kami.
Kuakui Ayah sangat berpengalaman dalam hal ini
walaupun memang tidak banyak variasi yang
dilakukan oleh beliau. Makanya aku juga tidak
heran kalau sekarang kedua orang tuaku sudah
memiliki 4 orang anak. Namun akhirnya kali ini
aku juga dapat merasakan kenikmatan seperti
yang pernah dialami oleh Ibuku.
“Ayaaaaaah…! Ooooohh… Teteeeeh
keluaaaaaar…!!” aku melenguh kencang
melepaskan segala perasaan nikmat yang
kurasa.
Tidak lama kemudian aku dapat merasakan
cukup banyak cairan vaginaku mengalir keluar
dengan cepat. Vaginaku yang sudah basah
berulangkali diterobos oleh penis Ayah. Tidak
jarang payudaraku diremas-remas dan putingku
dihisap. Mungkin karena sudah merasa bosan
dengan posisi ini, Ayah lalu membalikkan
tubuhku hingga sekarang aku bertumpu dengan
kedua lututku. Aku yang masih lemas hanya
dapat mengikuti saja kemauan Ayahku.
Dari arah belakang Ayah kembali menusuk
vaginaku. Tentu saja posisi seperti ini membuat
sodokan Ayah terasa semakin dalam dan
nikmat. Dengan penis yang masih menusuk di
dalam vaginaku, Ayah mencium lembut leherku.
Ayah membuatku semakin terangsang dengan
memegang-megang kedua payudaraku.
“Ooooohh… Ssssshhh… Aaaaaaaahh…” aku
mendesah-desah meresapi permainan ini.
Permainan Ayah membuatku semakin terhanyut
karena beliau memulai sodokannya dengan
genjotan-genjotan pelan, namun lama-kelamaan
terasa kencang dan kasar sampai tubuhku
berguncang dengan hebatnya. Gesekan penis
Ayah dengan dinding vaginaku seperti
menimbulkan getaran-getaran listrik yang
membuat birahiku kembali bangkit. Aku ikut
menggoyangkan pantatku sehingga terdengar
suara badan kami beradu.
“Teruuus Teh…!! Iyaaaa… Goyangiiin pantaaat
kamuuu…!” kata Ayah sambil mempercepat
dorongan penisnya.
Suara tempat tidur yang ikut bergoyang
bercampur dengan erangan kami berdua. Tidak
lama kemudian aku kembali orgasme! Aku
merasa lelah sekali karena selain baru saja
mencapai orgasme untuk yang keempat kalinya,
tubuhku pun mengeluarkan banyak sekali
keringat.
Lututku seketika lemas sehingga kini aku berada
dalam posisi tengkurap di ranjang. Posisi
tersebut membuat Ayah semakin beringas. Aku
memberikan ruang dengan mengangkat
pantatku sedikit ke atas. Ayah semakin kuat
menekan penisnya hingga tubuhku semakin
terhentak-hentak tidak karuan. Sementara itu,
dapat kurasakan penis Ayah mulai berdenyut-
denyut kencang tanda beliau sudah akan
mencapai orgasme.
Benar seperti dugaanku, beberapa saat kemudian
Ayah mengerang “Ooohh… Ayaah udaah
mauuu keluaaar Teeeh…!!”
“Jangaaaan keluaariin di daleeem Yaaah…!!
Mmmmhh… Aaaaahh !” jawabku karena takut
hamil oleh Ayahku sendiri.
Namun tidak seperti perkiraanku bahwa Ayah
akan mengeluarkan spermanya di dalam
vaginaku, dengan terburu-buru beliau justru
mencabut penisnya. Kemudian sambil
membalikkan tubuhku, Ayah mengocok-ngocok
penisnya sendiri hingga spermanya keluar
dengan deras sampai membasahi bagian perut
dan dadaku. Sungguh pemandangan yang aneh
melihat seorang Ayah mengocok-ngocok
penisnya di depan anaknya sendiri.
Ayah lalu menyuruhku membersihkan sisa
sperma pada penisnya. Dengan senang hati aku
menjilati penis tersebut sampai bersih. Setelah itu
Ayah menjatuhkan tubuhnya di sebelah
kananku. Harus kuakui sungguh hebat untuk pria
seusia Ayah masih memiliki stamina yang cukup
kuat dan dapat membuatku orgasme hingga
berkali-kali.
“Heeeh… Heeeeh… Te-teteh ja-jangan bilang
siapa-siapa yah…” kata Ayah dengan nafas yang
tersengal-sengal.
“Pasti dong Yah…!” jawabku yakin karena aku
juga tidak ingin hal ini sampai diketahui oleh
orang lain, terutama Ibu.
Di saat sedang mengistirahatkan tubuh kami
yang lelah dan penuh keringat, sempat terlintas
di pikiranku kalau beliau tidaklah seperti orang-
orang yang pernah menikmati tubuhku
sebelumnya. Saat orang-orang tersebut,
termasuk juga adik laki-lakiku, ingin sekali
memuntahkan sperma mereka di dalam
vaginaku, Ayah justru lebih memilih untuk
mengeluarkannya di dalam mulutku. Mungkin
Ayah masih memakai akal sehatnya karena takut
apabila nanti beliau akan memiliki cucu yang
berasal dari spermanya sendiri.
Sejak hari itu pula, baik di waktu siang maupun
malam hari, aku dan Ayah selalu mencari
kepuasan bersama saat di dalam rumah hanya
ada kami berdua atau ketika keluargaku yang lain
sedang terlelap.
- TAMAT -


Adult | GO HOME | Exit
1/2462
U-ON

inc Powered by Xtgem.com